SENYUMAN TERAKHIR

Happy Birthday to you, Happy Birthday to you, Happy Birthday happy birthday happy birthday to you.

Siang itu cuaca di kota kelahiranku mencapai 30 derajat Celcius. Aku lebih memilih untuk berdiam diri di rumah dari pada berpanas-panasan di luar. Kebetulan hari ini merupakan hari Libur Nasional sehingga aku tidak perlu berangkat ke sekolah dan bisa bermalas-malasan di rumah. Setelah menunaikan sholat zuhur, aku berbaring di atas kasur sambil mendengarkan musik. Tidak lupa ku nyalakan kipas angin karena cuaca siang itu lumayan membuat tubuh ku gerah dan keringatan. Tak lama kemudian, sayup-sayup dari musik yang ku dengarkan tersebut perlahan-lahan terdengar seolah kecil di telingaku. Hingga akhirnya  musik tersebut benar-benar hilang dari pendengaranku. Hembusan kipas angin membuat mataku tak bisa untuk menahan rasa kantuk dari tadi yang ku rasakan.
Di sore harinya,  aku dibangunkan oleh nyanyian ulang tahun dari dua orang sahabat kecilku. Yap, hari ini bertepatan dengan hari kelahiranku. Suatu kebiasaan di hubungan persahabatan kami ini untuk merayakan bersama ketika salah satu dari kami yang berulang tahun. Kuusap mata ku perlahan-lahan untuk memastikan bahwa ini bukan masih bagian dari bunga tidur ku siang tadi. Ternyata semua ini nyata, Dita dan Mutty sudah berada di hadapanku sambil membawa kue beserta lilin.
“Ah kalian, mengganggu tidur siang ku saja” canda ku
“Yaudah deh kalau ganggu, kita pulang nih” sahut Dita.
“Jangan, kan lilinnya belum ditiup” jawabku lagi.
Seketika kamar 5 x 5 m itu rame dengan celetukan-celetukan sahabatku ini.
Make a wish nya jangan lupa ya, Nad” ucap Mutty
Ku pejamkan mataku sambil mengucapkan doa dan harapan kepada Tuhan Yang Maha Esa, tak lupa juga ku titipkan doa untuk kedua orangtua ku serta kedua teman kecilku yang sangat ku sayangi ini. Dan kemudian ku hembuskan nafas agar api yang nyala di atas lilin ber angka dua dan kosong itu mati.
“Makasih ya kalian” ucapku sambil memeluk kedua sahabat kecilku itu.
“Makasih doang nih, gaada traktiran?” tanya Dita dengan muka sok serius.
“iyaaaa siap bos, mau di traktir apa nih? Jawabku bersemangat.
Jauh di dalam hatiku, Aku tau maksudnya bercanda, justru celetukan spontan dari nya ini yang bikin aku senang dengannya. Selain sifatnya yang gampang nyeletuk, Dita memang paling berani diantara aku dan Mutty. Sifatnya yang sedikit tomboy ini, sering yang membuat aku dan Mutty merasa aman jika ada yang mengganggu kami. Dita dengan gagah beraninya melawan dan melindungi dua sahabat kecilnya yang tak berdaya itu. Candaan dan perkataan yang keluar dari mulutnya terkadang memang terkesan kasar tapi sejujurnya ia hanya bermaksud untuk bercanda. Lelucon dari nya keluar spontan begitu saja.
Berbeda dengan Mutty, Mutty memiliki perbedaan 180 derajat dengan Dita. Persabatan kami terjalin sejak SD. Awalnya Mutty diperkenalkan oleh Dita kepadaku, karena kebetulan pada saat SD mereka satu sekolah sedangkan aku berbeda sekolah dengan mereka. Mutty kupikir anaknya pemalu dan tertutup. Saat perkenalan pertama Ia terlihat risih denganku. Mungkin karena baru kenal, pikirku. Sejak hari itu, kami semakin sering pergi bersama. Meskipun beda sekolah tetapi kami selalu menyempatkan untuk bertemu meskipun sekali sebulan atau hanya merayakan ulang tahun salah satu diantara kami. Hal itu membuat Mutty semakin terbuka kepadaku dan membuat kami menjadi semakin mengenal satu sama lain.
Menurutku, Mutty teman yang baik. Sahabat yang bisa menjadi panutan. Ia yang selalu mengajak aku dan Dita untuk belajar setiap minggu sore. Tak heran, dirinya selalu mendapat peringkat pertama saat duduk di bangku SD. Mutty tak secerewet Dita, tapi bukan berarti dia tidak peduli dengan kami. Dia teman yang paling peduli dengan teman-temannya. Bahkan sering mengutamakan kepentingan orang lain dibanding kepentingan dirinya sendiri. Hal ini yang membuat aku semakin bangga mempunyai sosok sahabat seperti dia.
“Iya nih, kita udah lama nggak ngumpul kaya dulu lagi. Kangen tau” jawab Mutty
“Iya ya, kamu sih Dit. Sok sibuk ikut kegiatan OSIS. Kerja aja kagak, sok sok an rapat mulu” ledek ku.
“Iya maaf yaa, okedeh kalian pada bisa kapan? Aku luangin nih sisa waktu aku buat kalian” candanya.
“Maksud kamu apa dit? Pake ngomong sisa waktu segala, kaya gimana gitu” jawab Mutty
“Biasa Mut, kaya engga tau Dita aja kalau ngomong kan ga suka dipikir dulu hahahaha” ledekku lagi.
“Kalian giliran ditanya pada ngawur jawabnya, jadinya mau kapan nih?” kata Dita
“Yaudah, malam Minggu aja yuk, udah lama ga malming nih” jawab Nadia
“Boleh, tapi sorenya kita ngerjain tugas dulu ya. Pokoknya sebelum pergi kita semua harus udah nyelesain tugas sekolah.
“Iyaaaa siap cek gu” jawab aku dan Dita bersamaan
Setelah sepakat, kami melanjutkan pertemuan hari ini dengan bercerita dan menonton film streaming. Sudah bertahun-tahun kami melakukan seperti ini. Tak terasa pukul sudah menunjukkan jam delapan malam. Dita dan Mutty berpamitan bersama Ayah dan Ibu untuk pulang ke rumah masing-masing.

***

Beberapa hari setelah itu aku tidak sengaja bertemu dengan Dita di sebuah Mall yang terdapat di Kota ku. Hari itu aku memang sengaja keluar untuk membeli novel karena stok novel ku di rumah sudah habis. Ternyata Dita baru keluar dari toko buku yang ingin aku kunjungi.
“Eh Nad, kamu sama siapa?” sapanya.
“Sendiri nih, kamu juga kan? Temenin dong” jawabku
“Aduh, maaf ya Nad. Tapi aku harus buru-buru soalnya malam minggu besok keponakanku ada acara ulang tahun. Jadi kakak ku minta tolong aku untuk ngurusinnya. Ini aku baru balik beli kartu undangan” jelasnya.
“Oh gitu, yaudah deh gapapa. Eh tapi tunggu dulu, malam minggu bukannya kita bareng Mutty juga ada rencana?ih kamu lupa ya?” tanyaku lagi.
“Nah itu dia Nad, bukannya aku lupa” jawabnya
“Terus?” kataku
“Iya, rencana awalnya acara ulang tahun keponakan ku ini besok. Tapi suami dari kakakku besok ada dinas dadakan, makanya jadi diundur malam Minggu. Gapapa ya? Kita minggu depannya lagi aja. Maaf banget, ya Nad” jawabnya sesal.
“Oh gitu yaudah deh, tapi kamu jangan lupa bilang ke Mutty ya.” Kataku
“Iya, sehabis pulang dari sini aku memang ingin nelfon kalian, eh gataunya kita ga sengaja ketemu disini. Makanya aku belum sempat bilang ke Mutty” jelasnya lagi.
“iyaudah gapapa, jangan sampai lupa aja. Sukses ya acaranya. Kirim salam juga ya buat keluargamu” jawabku tulus.
“Iya Nad, makasih ya. Yaudah kalau gitu aku pulang duluan ya” kata Dita
“Iya, kamu hati-hati di jalan ya” ucapku
“Okesiap bos, kamu juga” jawabnya
Sebenarnya ada sedikit rasa kekecewaan di hatiku, karena rencana aku, Dita dan Mutty harus ditunda. Tapi tidak apa-apa, setidaknya rencana kami bukan gagal melainkan harus ditunda. Mungkin agar kami lebih saling merindukan satu sama lain, pikirku.

***


                Beberapa hari setelah itu, Ibu berkata kepada ku kalau Dita di rawat di rumah sakit. Dari penjelasan Ibuku, Dita terkena gejala demam berdarah
“Ya ampun, serius bu? Padahal beberapa hari yang lalu aku ketemu dengannya masih sehat- sehat saja. Dia juga cerita kalau mau ngerayain ulang tahun keponakannya” jawabku
“Iya bener. Mamanya juga bilang gitu, mungkin karena kecapean makanya jadi gampang kena penyakit gitu.”
“Yaudah kalau gitu bu, hari Jumat besok aku ke rumah sakit deh bareng Mutty” kataku.
“Iya Ibu juga rencana sekalian kesana bareng Ayah, nunggu ayah mu pulang kerja dulu” jawab ibu.
                Aku masuk ke dalam kamar untuk mengambil telefon genggamku, aku langsung mengirim pesan singkat kepada Mutty untuk mengajak nya menjenguk Dita esok hari. Mutty langsung menjawab pesan singkatku itu, Ia menerima ajakanku dan kami sepakat untuk pergi sepulang sekolah sekitar pukul setelah waktu sholat zuhur.
               
Ah Dita, kamu ada-ada saja. Semoga dengan kedatangan ku dan Mutty kamu cepat sembuh ya, aku kangen candaanmu, lirihku dalam hati.

***
Keeseokan paginya, Ibu membangunkan ku dengan kabar buruk. Ia mengatakan kalau Dita sudah dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa di waktu sholat subuh tadi. Percaya tidak percaya kabar itu langsung membuatku langsung terbangun dari tidur ku. Ku usap mataku, meyakinkan kabar yang aku dengar itu bukanlah kenyataan dan berharap itu bagian dari mimpi tidurku. Tetapi kemudian aku mendengar kabar buruk itu dari pengumuman masjid. Ya Allah, badanku merinding mendengarnya. Air mata di pipiku tidak dapat ku bendung lagi, ku peluk erat ibuku. Sempat aku menjerit histeris karena tidak menyangka kabar yang aku dengar dari pengumuman yang disampaikan dari masjid itu adalah temanku, teman masa kecilku. Kemudian ibu memelukku erat, beliau mengusap-ngusap punggunggku seolah ingin meringankan beban dan kesedihan yang ku alamai saat itu. Sungguh aku tak menyangka semua ini terjadi begitu cepat. Siapa sangka, pertemuan kami beberapa hari yang lalu adalah pertemuan terakhir kami.
Aku langsung menelfon Mutty untuk memberi tahu kabar buruk itu. Sudah kuduga bagaimana reaksi Mutty dengan apa yang aku sampaikan melalui telfon genggam itu. Ia juga tak menyangka akan kepergian teman kecil kami yang begitu cepat ini. Selanjutnya, hanya isak tangis kami berdualah yang mengisi suara ditelfon pada saat itu.
Tanpa perlu izin kepada Ayah dan Ibu, hari itu aku tidak masuk sekolah. Ayah dan Ibu langsung memberi izin kepada ku karena mereka tau kesedihan yang ku rasakaan saat ini. Ibu dan aku bersiap-siap ke rumah Dita untuk membantu persiapan sebelum jenazahnya datang. Sedangkan ayah sudah pergi duluan dari tadi. Sekitar jam sepuluhan, dari kejauhan sudah terdengar suara sirine ambulance. Tubuhku meringding untuk kesekian kalinya dan air mata ku tak berhenti mengalir sedaritadi. Ya Allah, kalau memang ini kenyataan berikanlah keikhlasan pada diri ini, lirihku memohon. Setelah jenazah diturunkan dari mobil, Ibu memberi peringatan kepadaku.
“Kalau kamu engga kuat ngeliatnya, jangan dipaksain. Takutnya nanti kamu histeris kaya tadi malah bikin mama dan papa Dita semakin sedih” kata Ibu.
“Engga bu, insyaallah. Aku pengen liat, untuk terakhir kalinya” jawabku.
Benar kata ibu, baru saja melihat nya dari pintu dadaku rasanya sakit sekali. Air mata yang ku tahan untuk tidak keluar, malah mengalir semakin deras. Ku peluk Mutty yang daritadi selalu berdiri di sampingku, reaksi dirinya juga sama. Kami berpelukan seakan saling menguatkan satu sama lain. Namun, ada perasaan sedikit lega ketika melihat wajah dari teman kecilku itu. Ia terbaring sambil tersenyum seakan ia memperlihatkan pada semua orang yang Ia tinggalkan, kalau Ia di alam-Nya akan baik-baik saja. Dan aku juga bersyukur pertemuan terakhir kami ini, aku dan Mutty bisa mengantarkannya ke peristirahatan terakhir.

Tenang disana ya, Dit. Terimakasih buat semunya, aku menyangimu selalu, sahabat kecilku.





Komentar

Postingan Populer